Tiga hari ini sungguh rasanya spesial sekali, bukan apa2, hanya suatu keadaan yang menyebabkan banyak amanah tidak bisa ditunaikan... (duilee,, bahasanya Neng!). Hanya ber-hibernasi di kamar. Akhirnya lahirlah sebuah post ini, silahkan di cek bagi yang mau dapat nilai plus dari Allah.
Semoga bermanfaat... ^_^
Dan artikel ini di ambil dari buku 50 Wasiat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi Wanita, oleh Majdi As-Sayyid Ibrahim,
terbitan Pustaka Al-Kautsar, cetakan kelima.
“Artinya : Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata : “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjengukku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau
berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang
Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana
api yang menghilangkan kotoran emas dan perak”.
Wahai Ukhti Mukminah .!
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan
dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau
suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru
disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu,
agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau
akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?! (Pertanyaan ini lho, tadi bacanya langsung "jleb")
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha,
seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar
Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau
memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa
yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat
darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.
“Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
mereka kerjakan”.
“Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (tuh kan plus,, plus,, banget deh ).
Bahkan
engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan
keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman
Allah.
“Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat
mereka dari semua pintu, : ‘Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka
alangkah baiknya tempat kesudahan itu”.
Benar. Semua ini
merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan.
Lalu kenapa tidak? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik
?
Dari Shuhaib radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya
: Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya
adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu
kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan
itu kebaikan baginya”.
Rasulullah SAW berkata. “Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu
penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan
kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang
menggugurkan daun-daunnya”.
Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu
Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Tidaklah
seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran
yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”.
Sabar
menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan
lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam
perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian
iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi
orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa
kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. “Kehidupan
yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal
kesabaran”. Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai
cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar
dalam menghadapi sakit. (Super sekali... o.O)
Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan
cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang
mengadukan cobaan yang menimpanya.
Maka dia berkata kepadanya.
“Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang
tidak memberikan rahmat kepadamu ?”
Seorang yang
shalih berkata : “Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya,
seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya”. (Wihhh,, ngeri mba Sist!)
Yang dimaksud mengadukan di
sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi
pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena
mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak
mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.
Orang-orang yang shalih dari umat kita pernah berkata. “Empat hal termasuk
simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan shadaqah,
menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit”.
Ukhti Muslimah !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi
Rabbah Al-Andalusy : “Asy-Syaibany pernah berkata. ‘Temanku pernah
memberitahukan kepadaku seraya berkata. ‘Syuraih mendengar tatkala aku
mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku
seraya berkata. ‘Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada
selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari
kedudukannya sebagai teman atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti
dia berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan,
maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku
ini, ’sambil menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku
tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun
yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang
hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang
shalih : “Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku”. Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada
musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang
paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a”.
Abud-Darda’
Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah menetapkan suatu
takdir, maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai takdir-Nya”.
Perbaharuilah
imanmu dengan lafazh la ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah
karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :
“Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi takdir Allah.
Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.